Postingan

Jalan Halus Menuju Zina yang Dinormalisasi

Zaman sekarang, pacaran udah kayak hal yang biasa. Anak sekolah pacaran, anak kuliahan pacaran, bahkan orang yang kelihatan “alim” pun bisa pacaran diam-diam. Seolah-olah pacaran itu bagian dari proses. Katanya, biar saling kenal dulu sebelum nikah. Tapi, pernah nggak sih kita duduk sebentar, mikir, dan tanya ke hati kita sendiri: “Sebenernya, ini yang aku lakuin diridai Allah nggak, ya?” Kita sering lupa atau pura-pura nggak mau tahu, kalau dalam Islam nggak ada yang namanya pacaran. Yang ada adalah proses ta’aruf yang menjaga adab, batas, dan kehormatan. Sementara pacaran? Banyak banget hal-hal yang justru menggerus batas-batas itu pelan-pelan. Pacaran itu ibarat main-main di pinggir jurang. Kelihatannya aman, tapi sekalinya lengah ya kita bisa jatuh. Padahal Allah udah kasih manusia peringatan jelas: “Janganlah kamu mendekati zina....” (QS. Al-Isra : 32) Bukan cuma larangan zina, tapi  bahkan mendekatinya pun sudah dilarang . Karena zina itu bukan cuma soal fisik--tapi juga dimu...

Tak Perlu Serupa

Hidup ini bukan perlombaan meniru jejak orang lain. Kita tak perlu berjalan di jalan yang sama, memakai ukuran yang sama, atau memenuhi standar yang bukan milik kita. Setiap diri adalah unik dengan waktu, ritme, dan cerita yang berbeda. Kita bisa hebat tanpa harus menyerupai siapa pun. Tak perlu terburu-buru hanya karena dunia seolah menuntut pencapaian yang cepat. Tak perlu mengejar validasi dari standar yang tak pernah kita ciptakan. Menjadi diri sendiri adalah kekuatan. Karena di dalam diri kita; ada potensi, ada keistimewaan, ada cahaya yang tak bisa dibandingkan. Tak harus sama. Tak perlu serupa. Cukup jadi versi terbaik dari dirimu sendiri, itu sudah lebih dari cukup.  

Sama sepertiku, sama sepertimu

Pernah ada seseorang yang begitu dekat. Begitu dekat, sampai kita tahu kapan dia bangun dan apa yang membuatnya tersenyum. Seseorang yang rasanya seperti rumah, tempat kita pulang setelah hari-hari yang melelahkan. Tapi dunia punya caranya sendiri untuk mengajarkan jarak. Sedekat apa pun dua hati, jika waktunya tiba, mereka bisa saling lupa. Bukan karena semua itu bohong,  tapi karena manusia bisa berubah dan memang sering berubah--bahkan ketika tak ada yang salah. Dia menyakiti; juga mengecewakan. Tapi aku tahu, dia tidak jahat. Dia hanya manusia--yang mungkin sedang mencoba bertahan dalam hidupnya sendiri. Sama sepertiku. Sama sepertimu.  Kita semua pernah jadi luka bagi orang lain--kadang tanpa sengaja, kadang karena kita juga sedang patah. Aku dulu bertanya-tanya, kenapa hari ini bisa sedekat itu, tapi esoknya seperti tak saling kenal? Kenapa janji bisa berubah jadi diam, dan pelukan jadi punggung yang menjauh? Tapi sekarang aku mengerti. Tak semua yang datang, datang untu...

Dua Dunia dalam Satu Langit

Di bawah langit yang sama, ada yang tidur berselimut bintang karena tak punya atap. Ada yang memejamkan mata di sudut-sudut jalan dengan tubuh lelah yang masih menggigil, berharap malam segera berganti. Esok baginya bukan tentang rencana tapi tentang harapan bisa bertahan. Sekadar sepotong roti pun kadang harus ditebus dengan peluh yang mengering, bahkan dosa yang dipaksakan.  Ada yang berjalan jauh hanya untuk sesuap nasi. Ada yang menahan lapar dengan segelas air dan senyum pura-pura. Ada yang hidupnya terus dihantui oleh tagihan, utang, dan nasib yang tak pernah berpihak. Namun di sisi lain, ada kita. Kita yang bangun pagi dengan pilihan: mau sarapan apa. Kita yang duduk nyaman dalam rumah yang teduh dikelilingi keluarga yang hangat, pekerjaan yang tetap, penghasilan yang cukup. Tapi tetap saja, masih sering mengeluh: tentang sinyal yang lambat, tentang gaji yang tak secepat keinginan, bahkan tentang hari yang terasa membosankan meski semua sudah tersedia. Kita sering lupa bahwa...